Harga emas mengalami sesi perdagangan yang sangat fluktuatif, mencetak rekor tertinggi sebelum memangkas sebagian keuntungannya. Ketidakpastian pasar global meningkat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif baru terhadap impor baja dan aluminium AS, memicu lonjakan permintaan emas sebagai aset lindung nilai.
Harga emas batangan sempat menembus level tertinggi baru di atas $2.942 per ons sebelum mengalami koreksi. Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif yang mulai berlaku pada Maret ini bertujuan untuk meningkatkan produksi domestik serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja di AS. Namun, ia juga memperingatkan bahwa tarif tersebut “bisa saja dinaikkan lebih tinggi,” menambah ketidakpastian pasar.
Sepanjang tahun ini, harga emas telah naik sekitar 11%, menorehkan rekor berturut-turut seiring meningkatnya permintaan sebagai aset safe haven di tengah ketegangan perdagangan dan geopolitik yang dipicu oleh kebijakan Trump. Para investor kini berupaya menganalisis dampak kebijakan tersebut terhadap ekonomi AS serta kebijakan moneter, terutama jika langkah-langkah ini memicu inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Fokus pasar kini tertuju pada testimoni Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, di hadapan Kongres pada Selasa dan Rabu, yang dapat memberikan petunjuk tentang arah kebijakan moneter ke depan. Ekspektasi inflasi jangka pendek AS kini berada di atas ekspektasi jangka panjang, dengan selisih terbesar sejak 2023. Jika The Fed mempertahankan kebijakan moneter yang lebih ketat, hal ini berpotensi menekan harga emas, mengingat logam mulia tidak memberikan imbal hasil bunga.
Kenaikan harga emas juga didorong oleh arus masuk ke dana yang didukung emas (ETF). Dalam tujuh minggu terakhir, kepemilikan emas global telah meningkat selama enam minggu, mencapai level tertinggi sejak November menurut data Bloomberg.
Beberapa bank besar memperkirakan bahwa emas akan segera menguji level $3.000 per ons. Citigroup Inc. memperkirakan target tersebut bisa tercapai dalam tiga bulan mendatang, didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik dan perang dagang. Sementara itu, J.P. Morgan Private Bank menargetkan harga emas mencapai $3.150 per ons pada akhir tahun, menurut Global Market Strategist Yuxuan Tang.
“Selama ketidakpastian kebijakan perdagangan dan ekonomi AS terus berlanjut, volatilitas harga emas akan tetap tinggi,” kata Joseph Cavatoni, analis senior di World Gold Council. “Meskipun ada peluang harga mencapai $3.000, kemungkinan besar kita masih akan melihat pergerakan naik turun yang cukup tajam.”
Pada pukul 14:10 waktu Singapura, harga emas spot naik 0,7% menjadi $2.928,36 per ons setelah sempat mencapai $2.942,68. Sementara itu, pergerakan harga logam mulia lainnya relatif datar, dengan perak dan platinum stagnan, sedangkan paladium mengalami kenaikan tipis. Indeks Bloomberg Dollar Spot juga stabil setelah menguat pada hari sebelumnya.
Namun, beberapa indikator teknikal mengisyaratkan bahwa reli harga emas bisa mendekati titik jenuh. Indeks kekuatan relatif (RSI) 14 hari untuk emas hampir mencapai level 80, jauh di atas ambang batas 70 yang sering dianggap sebagai tanda kondisi overbought oleh para analis.
Reli harga emas juga mengerek saham produsen emas. Di Hong Kong, saham Zijin Mining Group Co. melonjak lebih dari 4% ke level tertinggi sejak November, sementara di Australia, saham Northern Star Resources Ltd. mencetak rekor baru, naik sekitar 20% sepanjang tahun ini.
Di sisi lain, China terus memperbesar cadangan emasnya untuk bulan ketiga berturut-turut pada Januari, mengindikasikan strategi diversifikasi aset meskipun harga berada di level tertinggi sepanjang masa. Negeri Tirai Bambu juga meluncurkan program percontohan yang mengizinkan 10 perusahaan asuransi besar untuk menginvestasikan hingga 1% aset mereka dalam emas untuk pertama kalinya. Langkah ini berpotensi mengalirkan dana sebesar 200 miliar yuan ($27,4 miliar) ke pasar emas, menurut Minsheng Securities Co.